(Berita Daerah-Jabodetabek), Bagi guru-guru yang mengajar di daerah terpencil, terluar, dan perbatasan yang sulit dijangkau, pengabdian dan perjuangan mereka seakan tanpa batas, karena harus bertugas dalam kondisi sarana dan prasarana tidak memadai serta kesejahteraan kerap tidak layak.
Tak jarang mereka harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk sampai ke sekolah atau melakukan perjalanan sulit, jauh, lama yang melelahkan untuk melakukan tugasnya ikut mencerdaskan bangsa. Sementara gaji mereka kerap datang terlambat dan penuh potongan.
Simak keseharian Fauziah, guru sekolah menengah pertama di desa terpencil Lamteuba, Aceh. Hari masih gelap, Fauziah bangun dan menyiapkan bekal untuk tiga hari termasuk makanan dan pakaian ganti. Saat azan subuh berkumaBerdasarkan pengamatan dari Simon Pindo, perjuangan guru untuk mendidikan dan mengajar murid akan berdampak sangat besar bagi pembangunan sumber daya manusia, terutama untuk daerah-daerah terpencil yang sangat sulit dijangkau dan di tembus oleh kemajuan tehnologi. Jadi perlu sekali diambil suatu tindakan yang real dan berdampak untuk mendukung profesi guru. Jadi tidak hanya terfokus di kota-kota besar tetapi terutama di daerah pedalamanndang ia shalat dan berdoa agar perjalanannya nanti membawa berkah.
Wanita itu kemudian menyusuri jalan kecil sejauh 3 km dari rumahnya di desa Blang Gire, kec Darul Kamal, Montasik, Aceh Besar ke tempat angkutan umum lewat. Saat matahari terbit dia baru sampai di Simpang Aneuk Galong. Dari sana dia naik angkutan umum ke Pasar Atjeh di Banda Aceh, lalu menumpang angkutan umum lagi ke Simpang Suum, Krueng Raya dengan waktu tempuh satu jam.
Dari Simpang Suum dia menumpang truk pengangkut kayu, ini berlangsung sejak 13 tahun lalu ketika dia mulai menjadi guru di desa Lamteuba. “Padahal ngak enak juga menumpang terus, tapi mau bagaimana lagi kendaraan umum tidak ada,” katanya.
Jalan menuju Lamteuba berjurang-jurang, bergunung dan berhutan, berlubang-lubang, penuh tanjakan dan jembatannya rusak ? kayunya berderak-derak dan bergoyang saat dilewati kendaraan.
Fauziah tiba di sekolah sekitar pk.10.00 dan bersyukur jadwal mengajarnya pada jam ke-2 mulai pk.10.30. Resminya dia mengajar ekonomi akutansi, tetapi karena sekolah itu kekurangan guru maka dia juga harus mengajar sejarah.
Setiap Senin hingga Rabu dia tinggal di Lamteuba di mess atau penginapan khusus untuk guru. Rabu sore dia pulang dengan rute yang sama dan tiba di rumah saat azan magrib. ?Untung suami pengertian, meski saya tak pulang berhari-hari,? kata wanita yang menikah tahun 2008 itu.
Pada 1996 Fauziah mulai menjadi guru honor dan SK pengangkatannya terbit 1 Januari 2008, namun penyerahannya menunggu satu tahun kemudian. Gaji pertamanya Rp400 ribu/bulan. Hanya ada delapan guiru saat itu. Dia bertahan karena “kasihan sekolah itu kekurangan guru.”
Bagi Fauziah, pekerjaan yang dilakukannya setiap hari itu amat menyenangkan. “Melihat murid-murid bisa berhasil merupakan kebahagiaan tak terhingga. Tak ada yang tidak enak semuanya menyenangkan asal dilakukan dan diterima dengan ikhlas. Kesulitan hanya masalah transportasi saja,” kata dia.
Di masa konflik, dia juga punya pengalaman menegangkan, setiap kali mengajar ia acap dirazia baik oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) maupun TNI. “Namun saya punya tekad gak akan absen kalau tak ada alasan mendesak. Prinsip ini saya pegang sampai sekarang. Waktu itu yang perang, perang terus, yang ngajar ya ngajar terus.”
Sarana, prasarana dan kesejahteraan guru di Lamteuba bukannya tidak diperjuangkan. Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan Aceh Besar, Tarmizi, pihaknya berusaha meningkatkan mutu sekolah di daerah yang sulit dijangkau itu dan memperbaiki kesejahteraan guru.
Dinas sudah melakukan perekrutan guru untuk daerah Lamteuba dan membuat program menyekolahkan putra daerah untuk bisa berbakti di tanah kelahirannya mereka. Tetapi mereka tidak lulus tes guru setelah tamat kuliah, karena kelulusan ditentukan di tingkat pusat. “Kami punya keinginan, tapi ngak punya kemampuan,” katanya.
Sistem harus diperbaiki
Menurut pemerhati pendidikan Anita Lie, masalah pembangunan pendidikan bermutu sifatnya menjadi sistemik karena pemerintah daerah kurang optimal dalam berusaha. Salah satu hal yang harus diperbaiki adalah pendistribusian gaji para guru. Pemda harus memikirkan cara mengirim gaji guru yang bertugas di daerah terpencil.
Terkait persoalan guru, sebaik apapun guru ybs tentu memerlukan perjuangan yang luar biasa jika dihadapkan pada kondisi jauh di bawah standar minimal, misalnya tak ada air bersih dan sembako, juga tiada aliran listrik.
“Tapi ada juga guru yang kuat bertahan. Di Mimika, Papua, saya sempat bertemu guru yang sampai harus menyantap makanan yang tidak pantas demi bertahan hidup. Ini persoalan riil,” kata Guru Besar Bidang Pendidikan FKIP Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya itu.
Oleh karena itu, kata Anita, Kementerian Pendidikan harus lebih memberdayakan para pengawas untuk mensupervisi guru-guru yang bertugas di daerah terpencil. Selain itu, pemda juga harus memikirkan bagaimana transportasi untuk mengunjungi daerah-daerah pelosok dan mengirimkan gaji guru agar tidak terlambat.
“Anggaran pendidikan sudah naik, tapi jika tanpa pengelolaan yang jelas maka akan menjadi bumerang. Pemerintah harus memastikan anggaran ini sampai ke sasaran yang tepat. Jika tidak itu akan merusak,” ujarnya.
Sekitar 113 guru yang mengajar pada daerah terpencil di kabupaten Luwu Timur resah. Pasalnya, Tunjangan daerah terpencil mereka selama tahun 2011 hingga saat ini belum dibayarkan. Tunjangan 48 guru daerah terpencil di sana saat ini ditanggung oleh APBD setempat, 65 lainnya ditanggung oleh APBN.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Lutim, Syahidin Halun, tunjangan guru di daerah terpencil yang ditanggung APBD sedang dalam proses pencairan, sementara yang didanai APBN belum diketahui perkembangannya karena belum adanya SK penetapan dari pusat.
Kenyataan pahit juga harus dihadapi para guru di daerah terpencil di propinsi Jambi, karena tahun ini insentif mereka bakal tak dianggarkan, walaupun dana untuk dunia pendidikan di sini cukup besar dan tunjangan itu bisa saja dimasukkan dalam APBD Provinsi Jambi.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, Aswan Zahari menyebutkan, ?insentif memang bisa dimasukkan dalam APBD, namun itu baru wacana kami. Pemberian insentif untuk guru terpencil belum prioritas dalam anggaran pendidikan.?
Selain itu, rencana pemberian insentif guru di daerah terpencil juga terkendala data dan kriteria guru daerah terpencil. Data guru atau sekolah yang masuk kategori daerah terpencil menurutnya belum ada data pasti. Juga payung hukum untuk pemberian insentif belum ada dalam pergub atau perda,? katanya.
Namun Bupati Tanjung Jabung Timur, Zumi Zola punya kebijakan lain, dia akan memberikan insentif tambahan ? di luar tunjangan kinerja daerah – untuk guru yang mengajar di daerah terpencil yang diharapkan bisa meningkatkan disiplin pengajar untuk terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan.
Beberapa daerah di bagian timur kabupaten Tanjung Jabung Timur dipisahkan laut dan sungai. “Ini yang menyebabkan keterisolasian sejumlah daerah, sehingga tidak jarang banyak guru enggan mengajar di daerah terpencil,” katanya sambil menambahkan bahwa untuk mengambil gaji saja harus berulang kali naik kapal selama berjam jam.
Kondisi ini mem-butuhkan kemauan keras guru untuk mengajar dan mengabdi di daerah terpencil seperti di kecamatan Sadu, Berbak dan Nipah Panjang. Waktu tempuh dari ketiga daerah itu ke ibukota kabupaten lima jam melalui perjalanan laut/sungai – satu-satunya alat transportasi yang memungkinkan.
Melihat beratnya perjuangan yang dilakukan guru di daerah terpencil, Dinas Pendidikan Kabupaten Tabalong, mengusulkan ada kenaikan tunjangan tambahan penghasilan guru di daerah terisolir. Pada 2011 ada 54 guru SD dan 66 guru SMP mendapatkan tunjangan sebesar Rp250 ribu/bulan yang dibayar per triwulan.
Kabid Pendidikan Lanjutan Menengah Disdik Kabupaten Tabalong, Sujadi mengatakan, pada anggaran 2012 akan diusulkan kenaikan tunjangan tersebut. Usulan itu diajukan setelah ara pejabat Disdik berkunjung ke daerah terpencil bersama anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tabalong.
Kabar baik juga diterima 237 guru di daerah terpencil di Kepulauan Bangka Belitung ketika mendapat insentif khusus Lebaran. ?Setiap guru PNS mendapat satu bulan gaji dan guru honorer menerima satu kali gaji pokok,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kepulauan Bangka Belitung, A Rivai.
Para guru itu tersebar di empat kabupaten di Pulau Bangka dan Belitung. Insentif diberikan kepada guru di Bangka Tengah dan Bangka Selatan serta di Belitung dan Belitung Timur.
Berita gembira juga disampaikan Ketua Komisi 1 DPRD kab. Pinrang H. Alimuddin Budung kepada para tenaga pendidikan Bumi Lasinrang yang mengabdi di daerah terpencil atau pegunungan karena mereka ini akan mendapat tambahan insentif yang nilainya setara dengan gaji pokok.
Dari 221 guru daerah terpencil yang diusulkan untuk mendapatkan insentif tersebut baru 124 orang yang akan menerimanya, sementara 80 guru sisanya belum mendapat kepastian dan Komisi I akan langsung mempertanyakan hal tersebut ke Kemendikbud di Jakarta.
Sebuah nilai penghargaan yang terbilang lumayan mengingat pengabdian para guru di kawasan yang jauh dari berbagai fasilitas dan kemewahan kota. Jika saja semua pemda bisa memberikan insentif kepada para pahlawan tanpa tanda jasa yang bertugas di daerah-daerah terpencil ini, mereka pasti akan mengabdi tanpa batas.
Berdasarkan pengamatan dari Simon Pindo, perjuangan guru untuk mendidikan dan mengajar murid akan berdampak sangat besar bagi pembangunan sumber daya manusia, terutama untuk daerah-daerah terpencil yang sangat sulit dijangkau dan di tembus oleh kemajuan tehnologi.
Jadi perlu sekali diambil suatu tindakan yang real dan berdampak untuk mendukung profesi guru. Jadi tidak hanya terfokus di kota-kota besar tetapi terutama di daerah pedalaman.
(jh/JH/bd-ant)